Jadi gini sahabat, memang umumnya penyakit kusta terjadi di negara berkembang, yang sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini akibat keterbatasan negara tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, ditambah dengan kurangnya penyelenggaraan edukasi dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Indonesia sendiri termasuk negara yang paling banyak memiliki penderita kusta, setelah India, Brazil, dan Myanmar (WHO). Wah kita harus waspada nih.
Kusta dikenal juga dengan penyakit Morbus Hansen. Nama ini diambil sesuai dengan nama ilmuwan yang menemukan patogen penyebab kusta, yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874. Selain itu, masyarakat juga mengenal kusta sebagai penyakit lepra, karena bakteri yang menyebabkan penyakit ini adalah Mycobacterium leprae dan Mycobacterium lepromatosis. Mycobacterium leprae merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang termasuk dalam basil tahan asam karena tahan pada pewarnaan oleh asam dan alkohol.
Gambaran mikroskopik Mycobacterium lepromatosis dan Mycobacterium leprae dari lesi kulit
Sumber Gambar: http://www.human-healths.com/mycobacterium-leprae-2/mycobacterium-leprae.php)
Bakteri ini menyerang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya, termasuk saluran pernapasan. Pada penyakit ini lesi pada kulit dapat terlihat jelas, bila tidak diberikan perawatan intensif, maka kusta bisa menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf, dan anggota gerak. Tanda-tanda yang dapat terlihat antara lain timbulnya adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia. Pada awalnya bercak putih ini hanya sedikit, kemudian akan semakin melebar dan bertambah. Muncul juga bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit. Pada keparahan kondisi, dapat terjadi benjolan-benjolan di wajah yang tegang disebut facies leomina (muka singa).
Patut diketahui juga cara penularan penyakit kusta ini. Dari penelitian disebutkan bahwa kusta dapat menular dari lendir/sekret hidung pasien. Bakteri yang berasal dari sekret hidung penderita namun sudah mengering, masih dapat hidup 2–7 x 24 jam. Selain itu kusta juga bisa menular melalui kontak kulit dengan luka terbuka. Penularan ini juga dapat diperparah dengan daya tahan tubuh pasien yang menurun dan keganasan bakterinya sendiri.
Penanggulangan penyakit kusta sudah banyak diusahakan pemerintah dan juga warga dunia melalui WHO. Bahkan sejak tahun 1995 sampai 2010, WHO memberikan paket obat untuk terapi kusta secara gratis pada negara endemik, melalui Kementerian Kesehatan. Terapinya adalahmultidrug therapy (MDT), yang terdiri dari 3 obat: dapsone, rifampicin dan clofazimine.
Tentunya selain terapi obat dibutuhkan juga rehabilitasi sosial bagi pasiennya, agar pasien tidak minder dalam pergaulan dan dapat tetap produktif. Dalam hal ini diperlukan peranan keluarga, masyarakat dan praktisi kesehatan untuk mendukung proses penyembuhan pasien. Nah, setelah kita tahu mengenai kusta, yuk kita sama-sama dukung penyembuhan moral untuk pasien kusta dengan tidak mengucilkan mereka J.
Sumber:
Zulkifli, 2003, Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. (USU digital library)
http://apotekerbercerita.wordpress.com/2012/01/12/hari-kusta-sedunia/
WHO, 1995, Leprosy disabilities: magnitude of the problem, Weekly Epidemiological Record70 (38): 269-75
http://www.human-healths.com/mycobacterium-leprae-2/mycobacterium-leprae.php
WHO, 1995, Leprosy disabilities: magnitude of the problem, Weekly Epidemiological Record70 (38): 269-75
http://www.human-healths.com/mycobacterium-leprae-2/mycobacterium-leprae.php
0 komentar:
Posting Komentar