Pulang Kampung
Rambut panjang, kuku kaki dan tangan juga panjang. Maklum lah, selama di Malang tidak sempat melakukan perawatan tubuh karena berbagai kegiatan. Padahal hari sabtu harus mulai masuk mengajar lagi. Akhirnya jum'at pagi langsung pergi ke tukang potong rambut. Kuku kaki dan tangan sudah rapi, rambut juga rapi. Makin tambah percaya diri ketika tiba waktunya ketemu lagi dengan rekan kerja di sekolah, terlebih lagi para siswi yang sudah merindukan saya.
Mengajar, penyuluhan dan rapat
Sabtu pagi bangun terburu-buru langsung mandi, sholat subuh, ganti pakaian, sarapan, lalu menyalakan motor butut dan tancap gas menuju MA Darun Najah Sumbersuko, sekolah perjuangan hidup tercinta. Jam pertama mengajar di kelas saya sendiri, kotak besar berbungkus kertas kado sudah menunggu untuk saya buka. Waah, kejutan khusus ternyata sudah disiapkan anak-anak untuk menyambut kembalinya saya dari Malang. Isinya tas baru berwarna hitam dan diselingi aksen merah muda. Bertemu mereka lagi rasanya sudah senang, eh masih ditambah lagi dengan kejutan dari mereka, waah senangnya.
Tidak terasa jam mengajar di kelas saya, XII IPS 1 sudah usai. Saya dipaksa memakai tas baru, sementara tas lama saya mereka sita untuk dicucikan, so sweet banget. Kemudian, ada panggilan untuk mengikuti penyuluhan psikologi dalam memahami anak didik. Menurut saya acara tersebut sudah pas banget karena memang ini yang perlu dibutuhkan para guru. Padahal acara belum selesai, eh tiba-tiba acara tersebut harus dibubarkan karena peserta diwajibkan mengikuti rapat yang dipimpin langsung oleh Sang Empunya Yayasan Pendidikan Darun Najah Sumbersuko.
Semua guru terburu-buru untuk segera datang ke musholla tempat diadakannya rapat tersebut. Saya yang 2 minggu tidak pernah bersentuhan dengan lingkungan sekolah nampak kesal, cemas dan kebingungan. Kesal, karena acara penyuluhan psikologi tidak sampai selesai. Cemas, karena saya merasa akan mendapatkan tugas yang tidak pernah saya tahu. Bingung, karena saya belum tahu maksud diadakannya rapat tersebut. Ternyata rapat tersebut membahas rencana manasik haji untuk memperingati Idul Adha tahun ini. Tak ayal, tugas langsung dibagikan pada setiap guru, sementara saya masih bingung. Sampai Sang Empunya Yayasan menegur saya dalam bahasa jawa, "Pak, sampeyan opo'o?", yang artinya, "Pak, Anda kenapa?", karena sayalah yang paling kelihatan kebingungan karena tidak mengetahui job description dari tugas yang diberikan pada saya.
Pasang Replika Ka'bah dan Gladi Bersih
Selasa siang setelah jam istirahat, semua guru putra yang masih muda langsung tancap gas pasang replika Ka'bah dan lain-lain di lapangan sebelah sekolah. Terik Matahari siang itu menambah suasana mirip seperti di Arab Saudi. Sampai salah satu rekan kerja nyeletuk, "Untung saja Nabi Ibrahim tidak mendirikan Ka'bah pakai logam besi kayak gini ya, jadi repot kayak kita." Setidaknya keceriaan masih tergambar jelas walau kulit memerah dan gosong. Walau begitu, kami bisa merasakan perjuangan Nabi Ibrahim sekeluarga dalam melawan iblis. Tepat tengah hari akhirnya replika Ka'bah sudah berdiri di tengah-tengah lapangan. Perasaan capek dan lega kami rasakan setelah semuanya sudah siap, dan siang itu kami tutup dengan santap siang bersama di bawah sebuah bale yang tidak digunakan.
Ternyata tugas belum selesai hari itu. Sore hari ba'da ashar, masih ada gladi bersih manasik haji khusus siswa putra dan kami diharuskan untuk mempersiapkan lapangan tempat gladi bersih. Lamanya gladi bersih berlangsung, membuat kaki kami pegal karena lama berdiri mengawasi dan mempersiapkan arena manasik haji. Gladi bersih usai tepat saat adzan maghrib berkumandang.
Memutihkan Suasana Dengan Pakaian Ihram
Rabu pagi, pelaksanaan manasik haji untuk siswa dan santri putra akhirnya dilaksanakan. Semua wajib memakai pakaian ihram agar mirip dengan ibadah haji yang aslinya. Termasuk para guru dan ustadz yang membimbing dan mengawasi jalannya manasik haji tersebut. Tak ayal, lapangan tempat pelaksanaan manasik pagi itu diputihkan oleh peserta manasik haji. Tidak ketinggalan, Pemimpin Yayasan Pendidikan Darun Najah, KH. Khozin Barizi, juga ikut memakai baju ihram dan memandu serta mengawasi jalannya manasik haji dari bale dengan pengeras suara.
Keadaan cuaca pagi itu sempat berawan mendung dalam beberapa saat, tetapi kemudian awan di langit menyingkir secara perlahan namun pasti, meninggalkan Sang Surya sendirian di langit mencurahkan semua energinya ke Bumi. Pakaian ihram yang seharusnya dipakai dengan memperlihatkan lengan bagian kanan, oleh sebagian peserta malah dipakai untuk menutupi kepala yang kepanasan. Bukannya seperti orang berhaji, malah persis seperti orang gunung yang kedinginan. Hehehehe... :-D
Walaupun digoda oleh panasnya terik Matahari pagi itu, tapi peserta manasik haji tetap semangat menjalankan kegiatan tersebut. Entah karena memang lagi ada semangat lebih atau karena ada Pimpinan Yayasan yang sedang mengawasi. Pokoknya semuanya semangat termasuk para guru dan ustadz yang bertugas pada saat itu. Sementara para ibu guru dan ustadzah juga ikut hanya mengawasi, mencermati dan mengamati pelaksanaan manasik haji khusus putra tersebut. Hal itu dilakukan agar mereka paham dan bisa mempersiapkan untuk pelaksanaan manasik haji khusus siswi dan santri putri pada sore harinya.
0 komentar:
Posting Komentar