Perjalanan Bangsa Indonesia dalam sejarahnya telah menemui banyak dinamika yang amat panjang dan sarat pengalaman bagi keberlangsungan bangsa indonesia sampai kini. Dinamika yang menyertai perjalanan sejarah bangsa turut serta memberikan efek yang begitu sangat dominan demi sebuah kedewasan semangat Berbangsa dan bernegara dalam membentuk sebuah tatanan yang sangat ideal demi terwujudnya bangsa indonesia bermartabat.
Perlu kita sadari dan ketahui bersama, kita tidak akan mengecap sebuah keindahan nuansa kemerdekan tanpa adanya jerih payah dan perjuangan para tokoh bangsa kala itu yang tergabung dalam ”Boedi Oetomo”. Sudah 106 tahun lamanya peristiwa itu terjadi, berkat kegigihan kaum muda jaman dahulu tepanya di tahun 1908. Mereka para pejuang bangsa kala itu, Mampu mengobarkan api semangat dalam darah pemuda dan bangsa kita untuk dapat megusir penjajah dari bumi Indonesia. Sebuah semangat dan perjuangan yang tiada tara tentunya.
Dan hari ini, Bangsa Indonesia kembali untuk memperingati hari dimana pernah terjadi sebuah peristiwa yang amat luar biasa maknanya bagi bangsa ini. Karena pada hari itu, menjadi awal sebuah kebangkitan rasa nasionalisme yang mengalami puncak titik klimaks dari para pahlawan bangsa. Sehingga mampu mengetarkan kekuatan penjajah dan merebut kemerdekaan.
Jika dihitung dari titik awal Kebangkitan Nasional tahun 1908, maka pada tahun 2014 ini, kita sudah lebih dari seratus tahun berproses dalam kesadaran kita untuk menjadi bangsa yang berdaulat, menjadi bangsa yang memiliki identitas dan jati diri ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wajah dan corak ke-Indonesia-an kita pun tentunya telah banyak mengalami perubahan, dan perkembangan seiring dengan perubahan jaman dan tuntutan masyarakat itu sendiri.
Momentum 1908 adalah momentum kaum muda yang bercita-cita Indonesia merdeka. Mereka berjuang bagi tegaknya bangunan ke-Indonesaan yang merdeka dan berdaulat. Revolusi kemerdekaan yang membangun nasionalisme tanpa pandang bulu, revolusi yang menjadi motor penggerak mobilitas sosial bagi seluruh komponen bangsa. Revolusi yang pada gilirannya memberi ruang dan peluang bagi setiap anak bangsa untuk berbakti, mengabdi dan berkiprah sesuai profesi, keahlian dan bidang yang digelutinya. Inilah makna nasionalisme sesungguhnya, yakni penerapan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara.
Nasionalisme bukan sekedar diskursus dan wacana yang sorak-sorai. Makna nasionalisme kekinian bukan lagi kamuflase kerinduan romantisme perjuangan masa lalu. Tetapi bagaimana kita mengimplementasikan romantisme perjuangan tersebut kedalam pola pikir, pola sikap dan perilaku kebangsaan selaras dengan tuntutan zaman. Membangun Indonesia baru di masa depan adalah antitesis dari kepentingan kelompok dan individu, antitesis berpikir kedaerahan, antitesis dari cara berperilaku kepartaian atau golongan. Nasionalisme yang diperlukan adalah nasionalisme yang berkontribusi bagi kedaulatan dan harga diri bangsa kita.
Bangsa Indonesia pada dasarnya menginginkan sebuah keharmonisan dalam perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nasionalisme terbangun bukan dari perilaku saling menuding, bukan saling menyalahkan dan bahkan bukan untuk saling menyingkirkan. Kekuatan kebangsaan tersemai dalam kohesivitas yang harmonis dari kekuatan dan energi potensi yang telah kita miliki. Komitmen untuk berbagi dan bersinerji dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional itulah yang menjadi ukuran, sejauh mana karsa, cipta dan karya kita sudah memberikan kekuatan bagi terbangunnya keharmonisan perilaku kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang amanah.
Kekuatan sebuah bangsa tercirikan dari bagaimana perbedaan dan kemajemukan dapat terkelola menjadi kekuatan. Indonesia yang memiliki lebih dari 300 kelompok etnis, lebih dari 250 bahasa daerah dalam percakapan;keragaman dan komposisi pemeluk agama yang tersebar di seluruh nusantara adalah sebuah kekayaan sekaligus kekuatan. Sebagai Negara yang kaya akan keberagaman etnis, suku, budaya, dan agama, menyadari bahwa kohesivitas kesadaran akan keragaman senantiasa harus terjaga secara terus menerus danberkesinambungan.Nilai-nilai toleransi akan perbedaan, nilai-nilai kemajemukan yang tumbuh berkembang atas dasar komitmen dan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak boleh luntur sampai kapanpun.
Namun, nampaknya peringatan hari kebangkitan nasional ini, hanya akan menjadi sebuah peringatan yang tanpa makna yang sebenarnya. Sebuah rasa kemerdekaan yang seharusya didapat oleh seluruh warga bangsa ini tidaklah sepenuhnya tergapai. Mengapa bisa demikian? Coba kita cermati dan amati berbagai problematika dan kejadian yang sedang berlangsung di negara kita ini. Banyak berbagai peristiwa yang membuat warga bangsa ini semakin miris dan bahkan cenderung pesemistis terhadap kondisi kekinian bangsa ini.
Fenomena kemajemukan yang bergulir akhir-akhir ini tampaknya sedikit mengalami penggerusan dari hakekat nasionalisme itu sendiri. Semangat persatuan demi menjunjung tinggi sikap nasionalisme yang dulu didambakan dan dibanggakan kini menjadi kekhawatiran kita bersama.Konflik antar etnis, antar agama, tawuran antar pelajar, tawuran antar warga, sikap prasangka antar kepentingan,konflik horizontal dan gangguan keamanan yang masih sering terjadi adalah fenomena kebangsaan yang perlu kita sikapi secara hati-hati. Demikian pula sikap dan perilaku yang mengutamakan kepentingan perorangan dan golongan, superioritas kelompok tertentu yg merasa lebih unggul dari kelompok lain, masalah narkoba, pornografi dan menjamurnya perilaku koruptif adalah pola pikir dan pola sikap Bangsa Indonesia saat ini.
Berdasarkan kondisi tersebut, sudah barang tentu rasa nasionalime bangsa ini, sangat jauh dari rasa nasionalisme pada 106 tahun yang lalu. Bahkan bisa dikatakan sangat turun drastis, Semangat nasioanalisme sudah luntur dari urat nadi. Dan harapan sebuah bangsa yang benar-benar merdeka masih jauh dari kenyataan seperti apa yang pernah di perjuangkan para pahlawan bangsa ini.
Pada gilirannya, peringatan harkitnas bukan sesuatu yang sakral lagi bagi bangsa Indonseia. Hanya sebagai rutinitas tanpa makna dan bernilai sejarah. Yang pada akhirya akan semakin luntur dan bahkan hilang sama sekali. Namun, semangat dan makna peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2014 ini tetap harus tercermin sebagai langkah berani untuk melakukan evaluasi diri, semangat bagi penguatan komitmen seluruh komponen dan potensi bangsa dalam membangun Indonesia kedepan yang lebih baik.
Semangat Hari Kebangkitan Nasional, Bangsaku!
Perlu kita sadari dan ketahui bersama, kita tidak akan mengecap sebuah keindahan nuansa kemerdekan tanpa adanya jerih payah dan perjuangan para tokoh bangsa kala itu yang tergabung dalam ”Boedi Oetomo”. Sudah 106 tahun lamanya peristiwa itu terjadi, berkat kegigihan kaum muda jaman dahulu tepanya di tahun 1908. Mereka para pejuang bangsa kala itu, Mampu mengobarkan api semangat dalam darah pemuda dan bangsa kita untuk dapat megusir penjajah dari bumi Indonesia. Sebuah semangat dan perjuangan yang tiada tara tentunya.
Dan hari ini, Bangsa Indonesia kembali untuk memperingati hari dimana pernah terjadi sebuah peristiwa yang amat luar biasa maknanya bagi bangsa ini. Karena pada hari itu, menjadi awal sebuah kebangkitan rasa nasionalisme yang mengalami puncak titik klimaks dari para pahlawan bangsa. Sehingga mampu mengetarkan kekuatan penjajah dan merebut kemerdekaan.
Jika dihitung dari titik awal Kebangkitan Nasional tahun 1908, maka pada tahun 2014 ini, kita sudah lebih dari seratus tahun berproses dalam kesadaran kita untuk menjadi bangsa yang berdaulat, menjadi bangsa yang memiliki identitas dan jati diri ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wajah dan corak ke-Indonesia-an kita pun tentunya telah banyak mengalami perubahan, dan perkembangan seiring dengan perubahan jaman dan tuntutan masyarakat itu sendiri.
Momentum 1908 adalah momentum kaum muda yang bercita-cita Indonesia merdeka. Mereka berjuang bagi tegaknya bangunan ke-Indonesaan yang merdeka dan berdaulat. Revolusi kemerdekaan yang membangun nasionalisme tanpa pandang bulu, revolusi yang menjadi motor penggerak mobilitas sosial bagi seluruh komponen bangsa. Revolusi yang pada gilirannya memberi ruang dan peluang bagi setiap anak bangsa untuk berbakti, mengabdi dan berkiprah sesuai profesi, keahlian dan bidang yang digelutinya. Inilah makna nasionalisme sesungguhnya, yakni penerapan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara.
Nasionalisme bukan sekedar diskursus dan wacana yang sorak-sorai. Makna nasionalisme kekinian bukan lagi kamuflase kerinduan romantisme perjuangan masa lalu. Tetapi bagaimana kita mengimplementasikan romantisme perjuangan tersebut kedalam pola pikir, pola sikap dan perilaku kebangsaan selaras dengan tuntutan zaman. Membangun Indonesia baru di masa depan adalah antitesis dari kepentingan kelompok dan individu, antitesis berpikir kedaerahan, antitesis dari cara berperilaku kepartaian atau golongan. Nasionalisme yang diperlukan adalah nasionalisme yang berkontribusi bagi kedaulatan dan harga diri bangsa kita.
Bangsa Indonesia pada dasarnya menginginkan sebuah keharmonisan dalam perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nasionalisme terbangun bukan dari perilaku saling menuding, bukan saling menyalahkan dan bahkan bukan untuk saling menyingkirkan. Kekuatan kebangsaan tersemai dalam kohesivitas yang harmonis dari kekuatan dan energi potensi yang telah kita miliki. Komitmen untuk berbagi dan bersinerji dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional itulah yang menjadi ukuran, sejauh mana karsa, cipta dan karya kita sudah memberikan kekuatan bagi terbangunnya keharmonisan perilaku kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang amanah.
Kekuatan sebuah bangsa tercirikan dari bagaimana perbedaan dan kemajemukan dapat terkelola menjadi kekuatan. Indonesia yang memiliki lebih dari 300 kelompok etnis, lebih dari 250 bahasa daerah dalam percakapan;keragaman dan komposisi pemeluk agama yang tersebar di seluruh nusantara adalah sebuah kekayaan sekaligus kekuatan. Sebagai Negara yang kaya akan keberagaman etnis, suku, budaya, dan agama, menyadari bahwa kohesivitas kesadaran akan keragaman senantiasa harus terjaga secara terus menerus danberkesinambungan.Nilai-nilai toleransi akan perbedaan, nilai-nilai kemajemukan yang tumbuh berkembang atas dasar komitmen dan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak boleh luntur sampai kapanpun.
Namun, nampaknya peringatan hari kebangkitan nasional ini, hanya akan menjadi sebuah peringatan yang tanpa makna yang sebenarnya. Sebuah rasa kemerdekaan yang seharusya didapat oleh seluruh warga bangsa ini tidaklah sepenuhnya tergapai. Mengapa bisa demikian? Coba kita cermati dan amati berbagai problematika dan kejadian yang sedang berlangsung di negara kita ini. Banyak berbagai peristiwa yang membuat warga bangsa ini semakin miris dan bahkan cenderung pesemistis terhadap kondisi kekinian bangsa ini.
Fenomena kemajemukan yang bergulir akhir-akhir ini tampaknya sedikit mengalami penggerusan dari hakekat nasionalisme itu sendiri. Semangat persatuan demi menjunjung tinggi sikap nasionalisme yang dulu didambakan dan dibanggakan kini menjadi kekhawatiran kita bersama.Konflik antar etnis, antar agama, tawuran antar pelajar, tawuran antar warga, sikap prasangka antar kepentingan,konflik horizontal dan gangguan keamanan yang masih sering terjadi adalah fenomena kebangsaan yang perlu kita sikapi secara hati-hati. Demikian pula sikap dan perilaku yang mengutamakan kepentingan perorangan dan golongan, superioritas kelompok tertentu yg merasa lebih unggul dari kelompok lain, masalah narkoba, pornografi dan menjamurnya perilaku koruptif adalah pola pikir dan pola sikap Bangsa Indonesia saat ini.
Berdasarkan kondisi tersebut, sudah barang tentu rasa nasionalime bangsa ini, sangat jauh dari rasa nasionalisme pada 106 tahun yang lalu. Bahkan bisa dikatakan sangat turun drastis, Semangat nasioanalisme sudah luntur dari urat nadi. Dan harapan sebuah bangsa yang benar-benar merdeka masih jauh dari kenyataan seperti apa yang pernah di perjuangkan para pahlawan bangsa ini.
Pada gilirannya, peringatan harkitnas bukan sesuatu yang sakral lagi bagi bangsa Indonseia. Hanya sebagai rutinitas tanpa makna dan bernilai sejarah. Yang pada akhirya akan semakin luntur dan bahkan hilang sama sekali. Namun, semangat dan makna peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2014 ini tetap harus tercermin sebagai langkah berani untuk melakukan evaluasi diri, semangat bagi penguatan komitmen seluruh komponen dan potensi bangsa dalam membangun Indonesia kedepan yang lebih baik.
Semangat Hari Kebangkitan Nasional, Bangsaku!
Sumber: catatancintanajma.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar